Sekjen DPP AWII Pertanyakan Kenapa Kebebasan Pers Didiskriminasikan Sejumlah Pejabat Negara
JAKARTA - Vikinews - Achmad Sujana sebagai pemangku Jabatan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Aliansi Wartawan Independen Indonesia (AWII) turut mengkritik Dedi Mulyadi selaku Gubernur di Provinsi Jawa Barat (Jabar) setelah di kritik Forum Wartawan Priangan (FORWAPI) di Jabar kemarin.
Pada Pandangannya Sekjen DPP AWII ini melihat adanya diskriminasi dari pihak Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang terkenal sebagai sosok Pejabat yang Viral dari sisi Media Sosial (Medsos) dengan berbagai aksi turun ke jalan yang menonjolkan kedisplinan dengan ketegasan celotehan ala Pejabat yang merakyat.
"Saya pikir itu biasa sebagai pencitraan setiap Pejabat yang masih ada di kancah Perpolitikan demi karir Program Kerja. Apalagi di era Digital seperti ini, semua orang gampang Viral kalo ada Modal. Saya Pribadi pun punya manajemen yang bisa saya setting untuk jadi Buzzer dan sejauh ini, saya pun telah beberapa kali menerbitkan tayangan Berita yang terintegrasi ke Ratusan Media Online." Ujar Sekjen DPP AWII yang kerap disapa bang Joe atau Joe'na. Minggu (6/7/2025).
Foto : (Istimewa) Joe'na - Sekjen DPP AWII 2025 - 2027
"Saya bisa beli Jam Tayang YouTube dan like, viewer hingga jutaan followers dari Instagram dari banyak admin, bahkan di beberapa tayangan TV Swasta yang juga sebagai media mainstream dan tayangan Online berbayar dengan adsense Google, ada tarifnya juga, jadi kita semua juga ya bisa jika cuma buat berargumen dengan bahasa diplomatis yang romantis namun Disiplin yang baik itu bukan narsis, tapi lebih kepada bukti kerjanya Pejabat dan hasil program nyata yang berkelanjutan dari penggunaan uang anggaran negara demi masa depan bangsa." Kata Joe'na.
"Karena rakyat perlu bukti dari dedikasi sang Legislasi hingga Executive kelasi di pemerintahan sebagai penyambung inti aspirasi dan Pelayanan Pejabat Negara, bukan Koreksi sesama pejabat aparatur yang cuma mempertontonkan kesalahan dan aibnya APH lain dibawah naungan kepemimpinan Pejabat itu sendiri. Staff Pejabat daerah dikoreksi sama Kepala Daerahnya lewat jajarannya, itu wajar dan harus internal, bukan jadi suguhan publik yang untuk menguntungkan 1 atau 2 pihak di ranah Digital yang ter'publish jadi konsumsi publik, karena transparansi yang rakyat inginkan itu kesejahteraan, bukan tayangan hiburan di Medsos yang bikin masyarakat bosan dengan narsistik politik." Papar Joe'na dengan celotehannya yang lebih pedas lagi, saat di wawancarai Wartawannya.
Hal tersebut diungkap Joe'na untuk bisa mengkritik para pejabat Narsis dari sisi Digital, karena menurutnya Pejabat itu dari anggaran belanja Publikasinya pada pelayanan masyarakat, perlu dibahas di dalam rapat-rapat kegiatan DPRD hingga DPR/MPR-RI agar menyerap aspirasi dari kebutuhan inti rakyat. "Coba buat kajian kerja dari sisi Publikasi yang jelas dong, sesuaikan dengan fungsi Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU-KIP) dan UU Pers." Ucap Mantan Pemred yang kini tengah menjadi Pimpinan Umum di Media Patroli Indonesia yang juga aktif sebagai Pengamat Politik dan Kebijakan Negara di tengah maraknya Kebijakan di Project Strategi Nasional.
Ungkapan “media sosial lebih penting daripada media massa” yang diucapkan KDM, menurutnya tidak mencontohkan kinerja Pejabat Negara yang siap diawasi oleh peran Pers sebagai kontrol sosial di Negara Demokrasi. Pernyataan tersebut dapat membuat Peran Pers hilang hilang hingga menjadi Opini Publik yang takut terhadap insan Pers.
"Diskriminasi, apalagi terdengar Pejabat mendiskreditkan hingga mengintimidasi para Insan Pers. Kebebasan Pers dijamin Undang-undang di Negara Demokrasi. Hal itu dikatakan Mantan Presiden RI Bj. Habibie sebagai Pilar Demokrasi Ke-4. Jadi paham ya para Pejabat Negara yang akan terus disambangi Wartawan selaku peran Pers dan kontrol sosial, dilindungi Undang-undang dan juga saat bertugas, tidak boleh dihalang-halangi. Dari AWII siap mendampingi langkah hukum dari tindakan pihak manapun yang melawan dan melanggar UU-KIP dan UU Pers." Tegasnya.
Tentang fungsi dan hak pers yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 3 ayat (1) UU Pers menegaskan pers nasional berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Sementara Pasal 4 ayat (3) menyebutkan pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.
"Kang Dedi Mulyadi atau siapapun nama Pejabat yang coba mendiskreditkan Pers harus berpikir rasional tentang Publikasi di kegiatan wartawan (awak media) dan jika mau terkenal dan tersoroti media itu yang real prestasi bukan promosi diri. Harap tarik ucapan 'Tidak usah kerjasama dengan media lagi'. Sepertinya lebih ga pantes jika KDM bicara selayaknya pelaku bisnis di industri media juga." Cetusnya.
"Dan siapapun tidak boleh merubah isi aturan Pers dengan Amandemen apapun tanpa kajian yang jelas dan berdasarkan demokrasi, Tupoksi dan independensi di Karya Jurnalistik Wartawan." Pungkas Joe'na menutup kritik dan opininya.
Redaksi